– Banyak orang mengira buruh dan karyawan itu berbeda. Buruh identik Bersama pekerja kasar atau mereka yang bekerja Ke sektor industri dan memakai helm konstruksi. Sambil Itu karyawan punya citra lebih netral. Karyawan sering Disorot lebih cocok melekat Ke orang-orang yang kerja Ke perkantoran dan gedung-gedung tinggi nan tinggi Ke pusat kota.
Padahal Di segi hukum Aturantertulis No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sudah jelas mendefinisikan buruh, yakni “setiap orang yang bekerja Bersama Memperoleh upah atau imbalan Di bentuk lain.” (pasal 1). Bersama Sebab Itu, siapapun yang tidak Memiliki kapital atau modal dan masih Memperoleh upah atau gaji, entah para pegawai Ke sentra Usaha SCBD, pekerja yang menenteng botol minum mahal, pekerja media termasuk yang mengurusi artikel ini, dan sebagainya, jelas dikategorikan sebagai buruh.
Garis pemisah Di buruh dan karyawan bukan tercipta begitu saja Di pola pikir Komunitas, tetapi diatur Bersama pemerintah ketika rezim Soeharto berkuasa.
Di sejarah, kata “Buruh” memang sudah lebih dulu dikenal Komunitas. Ke masa kolonial, buruh adalah kata ganti Sebagai menyebut kelompok kerja. Ini muncul ketika Hindia Belanda memasuki era Cultuurstelsel (1830) dan industrialisasi tahun 1870. Di sini, para pemilik perkebunan atau pabrik memperkerjakan para pribumi. Akibat bekerja Ke lapangan dan Ke area bising pabrik, keidentikan buruh sebagai pekerja kasar tercipta.
Sejarawan John Ingleson Di Perkotaan, Masalah Sosial, dan Perburuhan Ke Jawa Masa Kolonial (2013) menyebut, buruh selalu hidup sengsara. Mereka digaji rendah dan cenderung dimanfaatkan Bersama para pemilik modal. Makanya, para buruh sering melakukan konsolidasi pergerakan hingga membuat pemerintah kolonial dan para pengusaha resah.
Seiring waktu, kata “Buruh” juga dipakai Ke era kemerdekaan. Ketika Ri Soekarno berkuasa Permasalahan buruh Bersama Sebab Itu perhatian serius. Salah satu yang cukup aktif mengadvokasi adalah SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia). SOBSI merupakan organisasi sayap Partai Komunis Indonesia (PKI).
Singkat cerita, perubahan rezim Di Soekarno Ke Soeharto, yang juga mengubah haluan politik Indonesia, memunculkan kata atau istilah Terbaru, yakni “karyawan”. “Karyawan” berasal Di kata “karya” (kerja) dan “wan” (orang).
Kemunculan “Karyawan” disebabkan Bersama ketakutan Soeharto atas kata “Buruh”. Untuk Soeharto, buruh identik Bersama kelompok komunis. Sebab, Ke era pendahulunya, buruh diadvokasi Bersama PKI, partai yang sangat dilarang Ke Indonesia Sebelum 1966.
“Pada tahun-tahun berdarah itu (1965-1966), perayaan hari buruh selalu didominasi Bersama SOBSI/PKI,” ujar Pembantu Presiden Tim Menteri Perburuhan era Soeharto, Awaloeddin Djamin, Di autobiografinya Pengalaman Hidup Seorang Perwira Polri: Awaloeddin Djamin (1995).
Di sini, Sesudah Itu istilah “Karyawan” mulai populer Ke Indonesia sampai sekarang. Istilah ini muncul Sebagai menyebut para pekerja Secara Keseluruhan, tetapi menjadi pemisahan Di buruh.
Perlahan, ketakutan Pada komunisme tak hanya berdampak Ke kemunculan istilah “Karyawan”, tetapi juga Ke ruang gerak para buruh. Para buruh tak bisa merayakan Hari Buruh Internasional tiap tanggal 1 Mei yang Sebelumnya Itu Bersama Sebab Itu rutinitas tahunan. Mereka juga tak bebas berorganisasi, apalagi Melakukan Protes Ke jalanan.
Para buruh Terbaru bisa menghirup udara bebas ketika Soeharto turun Di kekuasaan Ke Mei 1998. Setahun Sesudah Itu, mereka kembali turun Ke jalan Ke tanggal 1 Mei dan Bersama Sebab Itu rutinitas tahunan Ke tahun-tahun berikutnya.
Akansegera tetapi, itu semua tak mengubah perbedaan Di karyawan dan buruh. Dua istilah tersebut sudah terlanjur terpisah, padahal keduanya sama.
Artikel ini disadur –> Cnbcindonesia Indonesia: Gegara Takut, Soeharto Pisahkan Makna Kata Buruh & Karyawan