– Ri Prabowo Subianto masih teringat pahitnya penjajahan Di Indonesia Pada Berkunjung Ke Kolam Renang Di Manggarai puluhan tahun lalu. Kala itu, dia menemukan jejak peninggalan masa kolonial yang menyebut rakyat Indonesia mempunyai kedudukan lebih rendah dibanding anjing.
“Malahan, kita digolongkan lebih rendah Bersama anjing. Banyak prasasti-prasasti dan marmer, papan-papan Di mana disebut verboden voor honden en inlander (dilarang masuk Sebagai anjing dan pribumi),” kata Prabowo Di pidato pertamanya sebagai Ri Di Gedung Lembaga Tertinggi Negara, Minggu.
Apa yang disampaikan Ri Prabowo merupakan realitas sosial yang terjadi Di masa kolonial. Kedatangan orang Belanda memang mengubah struktur sosial Di kehidupan bermasyarakat.
Awalnya Kelompok membaur tapi perlahan berubah akibat Aturan rasial pemerintah kolonial Belanda. Maka, kita Setelahnya Itu tahu, sepanjang penjajahan Kelompok Di Indonesia terbagi menjadi tiga kelas kewarganegaraan.
Kelas pertama atau paling atas adalah orang Eropa lalu orang Foreign Arab dan China. Terakhir dan paling bawah adalah Kelompok pribumi yang sebenarnya tuan Tempattinggal Di negeri sendiri.
Di relasi antar kelas, orang Belanda kerap menyebut pribumi sebagai inlander. Inlander sendiri adalah sebutan kasar Sebagai orang-orang pribumi, yang boleh disamakan Bersama udik dan bodoh. Intinya sebutan tersebut bertujuan Sebagai merendahkan.
Bersama pembagian kelas kewarganegaraan, pemerintah kolonial membuat para inlander tak bisa sembarangan tinggal Di tanah airnya sendiri. Mereka harus tinggal Di kampung-kampung berdasar ras atau etnis. Bersama sini muncul Daerah yang dikenal sebagai Kampung Melayu, Kampung Arab, Kampung Ambon dan sebagainya.
Di Di Itu, mereka juga tidak bisa asal memasuki tempat keramaian. Sebab Di Di pintu masuk terdapat tulisan yang diungkit kembali Dari Prabowo: “Verboden voor honden en inlander,” yang artinya “Dilarang masuk Untuk anjing dan pribumi.”. Tempat yang terdapat tulisan demikian berarti hanya bisa dimasuki Dari orang Eropa, Jepang, Arab dan warga Foreign lain.
Tulisan tersebut tentu sangat parah sebab pribumi disamakan Bersama anjing, hewan yang Di ini Disorot najis Dari pribumi. Berarti pribumi juga dikategorikan najis Dari orang Belanda.
Soal penyamaan anjing dan pribumi, beberapa tokoh pergerakan nasional pernah juga disebut sebagai anjing.
Soekarno Disorot Belanda sebagai “Anjing-anjing Jepang” hingga “Anjing peliharaan Jepang”, ketika menyikapi kedekatan proklamator itu Bersama pemerintah Jepang. Komponis W.R Soepratman Malahan pernah dipukuli orang Belanda sembari disebut “inlander busuk!”.
Rasialisme sosial juga sangat terasa Di sektor ekonomi. Di penjajahan, rakyat Indonesia tak menguasai ekonomi. Mereka hanya dipakai sebagai tenaga kerja murah yang hanya dieksploitasi Dari orang Belanda.
Salah satu periode kelam adalah ketika tanam paksa berlangsung Di 1830-1870. Lewat tanam paksa, pemerintah kolonial Merasakan banyak uang hingga bisa mengisi kembali kas Bangsa yang kosong.
Di sisi lain Jan Breman Di Keuntungan Kolonial Bersama Kerja Paksa (2014) menyebut tanam paksa mengubah kehidupan petani pribumi. Mereka tak punya lagi sawah, Agar melahirkan Jurang Kaya Miskin terstruktur.
Beruntung, Indonesia sudah merdeka. Stratifikasi sosial dan penyebutan warga lokal sebagai anjing pun turut menghilang.
Artikel ini disadur –> Cnbcindonesia Indonesia: Disebut Prabowo, Cerita Pada Warga RI Sempat Disamakan Bersama Anjing