Jakarta, CNBC Indonesia – Indonesia pernah menjadi target pasar utama sebuah produk tekstil asal Eropa. Tetapi, alih-alih berjaya, produk ini justru ditolak mentah-mentah pasar RI.
Untungnya, produk yang gagal beredar Hingga pasar Indonesia itu justru menemukan takdir berbeda ribuan kilometer jauhnya, tepatnya Hingga Afrika Barat yang Lalu meluas Hingga seluruh Afrika. Nama produk itu adalah Dutch Wax Print atau dikenal juga Didalam sebutan Ankara Prints, Kente, hingga Kitenge.
Kini, wax print lazim digunakan sebagai simbol identitas, solidaritas sosial, hingga Pengganti wajib Di berbagai peristiwa penting. Mulai Di pernikahan, pemakaman, hingga upacara adat.
Ditolak Pasar RI
Menurut Bacaan The Origin of the Wax Block Prints on the Coast of West Africa (1976), keberadaan kain ini Hingga Afrika bermula Ke 1850 ketika para pengusaha Belanda mulai melirik batik Indonesia (dulu Hindia Belanda). Kala itu, batik sudah dikenal Hingga Eropa Lantaran keindahannya dan punya nilai ekonomi yang tinggi.
Melihat potensi tersebut, para pelaku industri tekstil Belanda tertarik menjadikan batik sebagai Produk Internasional Usaha. Tetapi, mereka enggan meniru proses pembatikan tradisional yang rumit dan memakan waktu, seperti penggunaan canting dan lilin secara manual.
Sebagai gantinya, mereka mencoba meniru motif batik menggunakan mesin. Tujuannya agar kain bisa diproduksi secara massal, lebih cepat, dan lebih murah.
Harapannya, kain batik versi pabrik ini bisa menguasai pasar Indonesia. Sayangnya, Wacana tersebut tidak berjalan sesuai harapan.
Ketika kain-kain produksi mesin itu dikirim Hingga Indonesia, pasar justru menolaknya. Konsumen lokal menilai kualitasnya jauh Hingga bawah batik tradisional, baik Di segi motif, tekstur, maupun karakter khasnya.
Akibat produksi sudah terlanjur dilakukan Di jumlah besar, Belanda pun mengalihkan pemasarannya Hingga Area lain. Afrika Barat menjadi tujuan berikutnya.
Area ini memang masuk Di jaringan perdagangan Belanda. Tak disangka, kain yang gagal Hingga Indonesia itu justru diterima Didalam sangat baik Hingga Afrika Barat.
Ini disebabkan Lantaran Hingga sana banyak orang Afrika Mantan-tentara yang pernah direkrut Belanda dan bertugas Hingga Indonesia. Mereka Lalu menjadi agen promosi kain tersebut Didalam membawa pengaruh Kebiasaan Global yang mereka kenal Pada bertugas Hingga Nusantara, termasuk selera berpakaian
Di sinilah wax print perlahan berakar Di kehidupan sosial Komunitas Afrika Barat, Sebelumnya akhirnya menyebar Hingga berbagai Area lain Hingga Afrika. Seiring meluasnya penggunaan, kain ini pun dikenal Didalam beragam nama Hingga tiap Lokasi, seperti Kente Hingga Ghana dan Kitenge Hingga sejumlah Negeri Afrika Di.
Fungsinya pun berkembang. Tidak hanya sebagai busana sehari-hari, tetapi juga sebagai penanda identitas kelompok, Pengganti Sebagai Kegiatan resmi, hingga Pada Di busana adat.
Hingga kini, Dutch wax print tetap digunakan. Malah, menjadi Pada penting Di Kebiasaan Global berpakaian Hingga Afrika.
(mfa/sef)
Artikel ini disadur –> Cnbcindonesia Indonesia: Ditolak RI, ‘Batik Jawa Made in Europe’ Malah Laris Manis Hingga Afrika











