– Manusia Di hakikatnya Memperoleh kepribadian yang berbeda-beda, meski dihadapkan Untuk situasi dan Situasi serupa. Tak terkecuali seorang raja.
Ada yang berbaik hati hingga dicintai rakyatnya, Akan Tetapi ada juga yang menjadi tamak dan semena-mena Pada Memperoleh kekuasaan dan kekayaan yang menjadi sumber kenikmatan itu.
Yang Berhubungan Di ini, ada dua kisah tentang Raja Jawa Untuk masa lalu.
Raja yang Menolak Kemewahan dan Dicintai Rakyat
Raja (pemimpin) Jawa Mangkunegara VI ketika berkuasa Di 1896. Alih-alih memanfaatkan kekuasaan dan kekayaan Untuk kepentingan diri sendiri, Mangkunegara VI membuat berbagai terobosan yang membuatnya dicintai rakyat.
Dia menolak semua kemewahan, pilih Kehidupan Simpel dan pro-rakyat. Bagaimana ceritanya?
Awalnya, pria bernama asli Raden Mas Suyitno ini tak menyangka bakal memimpin Pura Kadipaten Mangkunegaran yang berbasis Hingga Solo. Akan Tetapi, kakaknya yang meninggal Hingga usia muda mengubah jalan hidupnya.
Untuk semula tentara kerajaan berubah menjadi Raja Jawa yang berhak menyandang gelar Mangkunegara VI. Mangkunegaraan memang tak Memperkenalkan Kearifan Lokal penerus takhta adalah anak Untuk raja.
Seperti penguasa Sebelumnya, hidup Suyitno sebagai raja diprediksi bakal dibanjiri kenikmatan. Sudah pasti dia kaya raya, sangat dihormati rakyat, dan punya kekuatan besar.
Dia juga bisa melakukan banyak hal Untuk kepentingan diri sendiri. Di sisi lain, Suyitno sadar Situasi kesultanan sudah berbeda Di 1869.
Dia mewarisi segudang masalah Untuk pemimpin Sebelumnya. Usaha gula terus merugi, Agar kas kerajaan makin sedikit.
Parahnya, Hingga Ditengah ancaman kebangkrutan, para keluarga kerajaan tak mengubah gaya hidupnya. Mereka tetap hidup mewah dan boros.
Alhasil, Suyitno melakukan reformasi besar-besaran Untuk mematahkan Kearifan Lokal. Semua dilakukan Untuk hal sederhana. Secara pribadi dia menolak tunjangan dan memilih Kehidupan Simpel apa adanya.
Sebagaimana diceritakan Skuat Kajian Untuk Mangkunegoro VI: Sang Reformis (2021), pria kelahiran 1 Maret 1867 ini memangkas Biaya biaya hidup para bangsawan dan menyederhanakan berbagai macam pesta.
Dia meminta bangsawan tak lagi Melakukan pesta sendirian, tapi diubah secara massal. Lalu, dia juga Mengurangi jumlah pegawai yang tidak kompeten.
Satu hal Menarik Perhatian lain, yakni menghapus feodalisme Hingga kerajaan. Dia menghapus kebiasaan jalan jongkok yang lazim dilakukan Hingga lingkungan Mangkunegaraan Untuk menghormati bangsawan dan raja.
Semua itu Di akhirnya membuat kas kerajaan mulai bertambah. Penambahan kas tak dipakai Untuk kepentingan pribadi, tapi dialihkan buat rakyat.
Tercatat dia aktif Memberi beasiswa Belajar dan pendirian sekolah perempuan. Tak hanya itu, dia juga mengizinkan orang Tionghoa mendirikan Rumah duka dan memperbolehkan penyebaran agama Kristen.
Sikap Suyitno sebagai penguasa membuat rakyat mencintainya dan menyebutnya sebagai Raja Jawa yang Kehidupan Simpel. Di sisi lain, para pembenci Suyitno memandangnya sebagai Raja Jawa yang pelit.
Para penulis biografi Mangkunegara VI Membahas contoh, para pembenci ini adalah pejabat Belanda yang ditolak Suyitno dan juga para bangsawan atau orang terdekatnya sendiri.
Mereka yang Dari kecil hidup bergelimang harta merasa dirugikan Di Aturan Suyitno Lantaran tak lagi bisa hidup mewah dan menjadi susah. Malahan, mereka juga tak lagi dihormati sebab sudah setara rakyat biasa.
Di akhirnya, berbagai tekanan membuat Suyitno tak enak hati dan memutuskan mundur sebagai Raja Jawa. Dia Setelahnya Itu mengasingkan diri bersama keluarga Hingga Surabaya sampai meninggal Di 24 Juni 1928.
Raja yang Manjadi Ganas Usai Pindah Hingga Istana Mutakhir
Dari menjadi orang nomor satu Hingga Mataram, Raja Amangkurat I Melakukanupaya mengkonsolidasikan Kerajaan Mataram, melakukan sentralisasi pemerintahan, dan menumpas semua pemberontakan.
Semua Langkah itu dilakukan Di cara-cara bengis yang menurut sejarawan Merle Calvin Ricklefs Untuk Sejarah Indonesia Modern (1999), sudah diperlihatkan Dari awal berkuasa. Polanya dia selalu menghabisi para penentang, baik itu Hingga kalangan istana atau Hingga Area.
Setahun Dari berkuasa, misalnya, Amangkurat I terbukti melakukan Merenggut Nyawa Pada Panglima Mataram Wiraguna.
Wiraguna ditugaskan Amangkurat I pergi Hingga Ujung Timur Jawa Untuk mengusir pasukan Bali. Akan Tetapi, sesampainya Hingga sana, dia dan pasukannya dibunuh atas perintah Amangkurat I. Tak hanya itu, keluarga Wiraguna juga bernasib sama.
Pola-pola seperti ini, menurut Ricklefs, membuat orang-orang yang masih hidup sangat ketakutan. Alhasil, mereka mau tidak mau menjadi menurut sekalipun itu dilakukan sangat sulit.
Kebengisan Amangkurat I pun makin menjadi-Di Sebab Itu tatkala dia pindah Hingga istana Mutakhir Hingga kawasan Plered. Hingga sana, Ricklefs menggambarkan istana berdiri sangat megah berdindingkan batu merah.
“Menunjukkan kepermanenan dan kekokohan yang ingin ditunjukkan Amangkurat I Hingga seluruh pelosok kerajaan,” tulis Rickfles.
Setelahnya, Amangkurat I makin sering menghabisi banyak orang. Di akhirnya, kebiasaan bunuh-membunuh berdampak buruk Pada kekuasaan Amangkurat I sendiri. Para loyalis dan orang-orang Hingga Area berbalik arah.
“Kezalimannya telah menyebabkan hancurnya mufakat orang-orang terkemuka […]. Maka Itu, para sekutu dan para taklukannya Hingga Area-Area terpencil Memperoleh kesempatan baik Untuk melepaskan kesetiaan mereka kepada Amangkurat I,” tulis sejarawan asal Australia itu.
Puncaknya terjadi Di 1677. Kala itu, para loyalis Amangkurat I sudah tak Konsisten atas kelakuan sang Raja Jawa. Terlebih, Amangkurat I yang sudah beranjak tua terbukti tak bisa membawa kemajuan Untuk kerajaan. Maka, mereka pun bergabung Di para pemberontak.
Sejarawan de Graff Untuk Runtuhnya Istana Mataram (1987) menyebut, beralihnya Dukungan para loyalis dan pembesar Jawa Untuk Amangkurat I Hingga kelompok pemberontak membuat Lini Pertahanan Mataram hancur Untuk Untuk.
Alhasil, Di Juli 1677, istana Amangkurat I sukses diambil alih pasukan Madura pimpinan Raden Trunojoyo. Meski begitu, hidup Amangkurat I masih selamat sebab dia sudah lebih dulu kabur Untuk istana sebulan Sebelumnya istana jebol.
Setelahnya Itu Juni 1677 dia bersama pengawal dan keluarga. Dia pergi Hingga Imogiri tempat pemakaman raja-raja Mataram terdahulu. Hingga sana dia mengkonsolidasikan kembali kekuatan. Akan Tetapi, apa daya kekuatannya tak begitu besar.
Dia pergi lagi Hingga Barat. Kali ini seorang diri. Akan Tetapi, perjalanannya tak tuntas sebab de Graff menuliskan dia meninggal Hingga Ditengah jalan, Disekitar Wanayasa dan Ajibarang.
Artikel ini disadur –> Cnbcindonesia Indonesia: Dua Sisi Raja Jawa, Dicintai Rakyat hingga Diguncang Pemberontakan