Ombudsman Temukan 8 Masalah MBG Usai Geger Tindak Kejahatan Keracunan


Jakarta

Ombudsman R Menginformasikan terdapat delapan masalah utama Untuk penyelenggaraan Inisiatif Makan Bergizi Gratis (MBG). Temuan permasalahan ini sebagai hasil kajian cepat yang dilakukan usai heboh Tindak Kejahatan keracunan Di Inisiatif tersebut.

Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika Menginformasikan masalah pertama yang ditemukan terdapat kesenjangan yang lebar Di target dan realisasi capaian. Untuk data yang dihimpun Didalam Ombudsman RI, realisasi penerima MBG Mutakhir mencapai 22,7 juta orang Untuk target 82,9 juta penerima hingga 2025.

Lalu, Untuk target Disekitar 30.000 SPPG, Mutakhir terealisasi Disekitar 8.450 unit yang telah beroperasi atau Disekitar 27%. Sambil serapan Dana telah mencapai Disekitar Rp 13 triliun atau 18,3%.


“Angka-angka ini tidak sekedar Menunjukkan keterbatasan, tetapi juga Memberi gambaran awal tentang tantangan skalabilitas dan Pengiriman yang harus diperbaiki, sekaligus Kemungkinan Bagi memperkuat tata kelola agar Inisiatif ini benar-benar mampu menjangkau seluruh anak bangsa secara lebih merata dan berkeadilan,” kata dia Untuk konferensi pers Ke Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selasa (30/9/2025).

Masalah kedua, maraknya Tindak Kejahatan keracunan masal yang terjadi Ke berbagai Lokasi. Ombudsman mencatat Sebelum Januari hingga September 2025, telah terjadi Disekitar 34 kejadian luar biasa keracunan Didalam ribuan korban mayoritas anak sekolah.

“Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan peringatan bahwa pengawasan mutu, pengolahan, dan distribusi Konsumsi masih Memperoleh celah yang serius,” terangnya.

Ketiga, terdapat permasalahan Untuk penetapan mitra yayasan dan SPPG yang belum transparan dan rawan konflik kepentingan. Untuk Kontek Sini, Yeka menyebutkan terdapat yayasan atau SPPG yang terafiliasi Didalam elit politik.

Keempat, keterbatasan dan pemetaan sumber daya manusia termasuk keterlambatan honorarium serta beban kerja guru dan Volunteer. Kelima, ketidaksesuaian mutu bahan baku akibat belum adanya standar acceptance quality limit yang tegas.

“Keenam, penerapan standar pengelolaan Konsumsi yang belum konsisten. Ketujuh, distribusi Konsumsi yang belum tertib dan masih membebani guru Ke sekolah. Dan kedelapan, sistem pengawasan yang belum terintegrasi masih bersifat reaktif dan belum sepenuhnya berbasiskan data,” jelasnya.

Atas temuan kedelapan masalah tersebut, Ombudsman Menginformasikan terdapat empat potensi maladministrasi utama Untuk penyelenggaraan Inisiatif MBG.

1. Penundaan Berlarut
Terlihat Di proses verifikasi mitra yang berjalan tanpa kepastian waktu serta keterlambatan pencairan honorarium Bagi staf lapangan.

2. Diskriminasi
Tercermin Untuk potensi afiliasi sejumlah yayasan Didalam jejaring politik yang menimbulkan risiko konflik kepentingan Untuk penetapan mitra.

3. Tidak Kompeten
Ketidakmampuan atau lemahnya kompetensi Untuk penerapan SOP, ditunjukkan Didalam dapur yang tidak menyimpan catatan suhu maupun retained sample Agar investigasi insiden keracunan menjadi terkendala.

4. Penyimpangan Prosedur Untuk Pengadaan Bahan
Seperti Tindak Kejahatan Ke Bogor ketika beras medium Didalam kadar patah lebih Untuk 15% diterima Walaupun Perjanjian menyebut beras premium, serta temuan distribusi sayuran busuk dan lauk yang tidak lengkap Ke sejumlah Lokasi.

“Empat bentuk maladministrasi ini bukan hanya menggambarkan kelemahan tata kelola, tetapi sekaligus menjadi pengingat penting bahwa prinsip pelayanan publik kepastian, akuntabilitas, dan keterbukaan sebagaimana diatur Untuk Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 harus ditegakkan secara konsisten,” pungkas Yeka.

Artikel ini disadur –> Detik.com Indonesia Berita: Ombudsman Temukan 8 Masalah MBG Usai Geger Tindak Kejahatan Keracunan