Pemerintah Lewat Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bakal mengatur perdagangan karbon khusus Untuk sektor industri. Hingga tahap awal, Aturan ini wajib atau bersifat mandatory Untuk diikuti Bersama 4 sektor industri yakni semen, pupuk, baja dan Alattulis.
Daftar ini nantinya Berencana diperluas hingga Hingga 5 sektor lain termasuk Produsen Kendaraan.
Alasan pemilihan empat industri yang wajib mengikuti Aturan pembatasan adalah Lantaran emisinya paling besar dan sulit Untuk diturunkan. Hal ini berdasarkan hitung-hitungan yang sudah dilakukan Kemenperin.
“Empat subsektor itu istilahnya hard to abate. Hard to abate itu yang paling susah diturunin emisinya, Lantaran emisinya juga mereka paling besar, dan konsumsi energinya paling besar juga. Dan ini ada hitung-hitungannya, bukan asal tembak ya,” kata Kepala Pusat Industri Hijau Kemenperin Apit Pria Nugraha
Pasar karbon yang Berencana dirilis berbeda Bersama IDX Carbon yang sifatnya masih voluntary atau sukarela.
“Yang kami susun adalah mandatory carbon market. Yang sudah exist itu namanya voluntary carbon market,” kata Apit Di Peristiwa Carbon Neutrality (CN) Hingga Kemayoran, Kamis (13/2/2025).
Di aturan perdagangan karbon ini, nantinya Kemenperin bakal menetapkan batasan atau jatah emisi yang boleh dikeluarkan Bersama Hingga-empat industri tersebut. Apabila Di pelaksanaannya nanti realisasi emisi yang dikeluarkan melebihi batas, maka Berencana dikenakan pungutan.
“Konteks wajibnya itu adalah wajib dikenakan Aturan pembatasan emisi. Kita nyebutnya emission allowance,” kata Apit.
Sebagai Gantinya, apabila realisasi emisi yang dikeluarkan Hingga bawah jatah yang diberikan, maka bisa diperdagangkan kepada industri lainnya.
“Nanti kan kita bandingkan aktual emisinya berapa dibandingkan Bersama jatah. Misalnya kalau jatahnya 100, emission aktualnya 80. Yang 20-nya bisa dijual. Kalau dia lebih, misalnya 120, maka 20-nya ini Bisa Jadi sebagian kecil harus bayar pungutan emisi, bukan Pajak Lainnya (carbon tax),” sebut Apit.
Pungutan kelebihan emisi hanya Berencana dikenakan 5 persen Bersama total kelebihannya. Misalnya, emisinya kelebihan 20, maka hanya 5 persen Bersama jumlah itu yang dikenakan pungutan.
“Ini pungutan emisi, misalnya cuma 5 persen Bersama kelebihannya. Sisanya yang 95 persen Bersama kelebihan itu, Bersama 20 tadi itu, itu bisa membeli Bersama pasar karbonnya, bisa membeli Bersama (industri) yang surplus,” ujar Apit.
Artikel ini disadur –> Cnbcindonesia Indonesia: Perdagangan Karbon Khusus Industri Bakal Diwajibkan Untuk 4 Sektor Ini