Perusahaan yang menjalankan operasional berdasarkan uang Di investor atau para pemodal lazim membagi-bagikan keuntungan atau cuan. Begitu juga yang dilakukan Dari perusahaan terbesar dunia, yakni Kongsi Dagang Hindia Timur atau Verenigde Oostindie Compagnie (VOC) ratusan tahun silam.
Hanya saja VOC membagikan keuntungan Usaha bukan menggunakan uang, tapi lewat Produk Internasional tak terduga ini.
Apa itu?
Predikat perusahaan terbesar Untuk VOC bukan bualan semata. Prestasi memonopoli perdagangan rempah Di Nusantara membuat mereka sangat sukses dan berjaya. Terlebih, perlahan perusahaan juga tak hanya menguasai ekonomi, tapi sektor politik. Mereka perlahan bak Bangsa yang bisa mengontrol banyak orang.
Berbagai literatur masa kini menyebut nilai valuasi VOC sebesar US$8,2 triliun. Ini melebihi nilai gabungan berbagai perusahaan modern, seperti Microsoft, Apple, Facebook, dan sebagainya.
Meski begitu, pendapat demikian sempat dibantah Dari Lodewijk Petram. Penulis Literatur The World’s First Stock Exchange (2014) ini mengatakan, nilai VOC tak sebesar itu dan hanya US$ 1 Miliar, sekalipun dia juga tak menampik kalau nilai itu sangat besar Di masanya.
Sebagai perusahaan terbuka pertama Hingga dunia dan sukses mengeruk keuntungan, VOC juga kerap membagi-bagikan cuan kepada para pemodal. Sejarawan Herald van der Linde Di Asia’s Stock Markets (2022) menuliskan, para pemodal diberi keuntungan 75% Di nilai nominal awal Pada menaruh uang Hingga perusahaan. Sebagai catatan, VOC merupakan cikal bakal Di terbentuknya Pasar Saham Hingga dunia. Praktik Untuk-Untuk cuan ini jika dibandingkan Di sistem Pasar Saham Pada ini adalah serupa Di pembagian dividen.
Hanya saja bentuk pembagian keuntungan VOC tidak seperti masa kini yang berupa uang tunai, melainkan bumbu dapur alias rempah-rempah. Seperti diketahui, VOC adalah perpanjangan tangan Belanda Pada menjajah Indonesia. Di mengeruk hasil-hasil alam Indonesia, berupa rempah-rempah.
“Bentuk keuntungan yang sering kali dibayar adalah karung berisi lada, pala, cengkeh atau rempah-rempah lain,” tulis Herald.
Biasanya Di satu karung terdapat variasi rempah-rempah. Ada yang setengahnya berisi lada. Ada pula bumbu dapur kombinasi. Yang Terkait Di waktu pembagian keuntungan, perusahaan tak punya waktu khusus. Sebab, pembagian didasarkan Di setiap kapal yang datang Di Maluku.
Kapal tersebut bisa datang setiap 6 bulan atau Malahan setahun sekali. Tergantung situasi lautan. Dari Sebab Itu, setiap ada kapal pembawa rempah-rempah tiba Di Maluku Hingga Belanda, perusahaan mulai membagi-bagikan keuntungan berupa bumbu dapur.
Meski begitu, jangan anggap remeh keuntungan pemodal VOC yang hanya sekedar bumbu dapur.
Perlu diingat, bumbu dapur atau rempah-rempah adalah Produk Internasional perdagangan utama Hingga dunia yang dijual Di harga fantastis. Siapa pun yang memilikinya sudah pasti dia bakal kaya raya. Begitu juga para pemodal VOC
Akansegera tetapi, keputusan VOC membagikan bumbu dapur sebagai Untuk hasil keuntungan malah mengundang petaka. Berkarung-karung bumbu dapur tersebut ternyata malah mengacaukan harga pasar Hingga Amsterdam.
Sesudah diusut, rupanya para pemodal yang Menyambut bumbu dapur malah menjual kembali Hingga pasaran. Mereka tergoda keuntungan besar Di jual-beli rempah-rempah. Terlebih, mereka Merasakan rempah-rempah secara gratis. Jika semua perolehan laku terjual, maka seseorang bisa Menyambut uang besar.
Praktis, kebiasaan buruk ini membuat harga rempah-rempah Hingga pasaran anjlok. Persaingan harga terjadi Hingga pasar Belanda.
“Banyaknya lada secara tiba-tiba membuat harga rempah-rempah anjlok Hingga seluruh Amsterdam,” kata Herald van der Linde.
Di kejadian ini, VOC mencatat kerugian. Mereka lantas mengubah model pembagian keuntungan perusahaan. Di 1646, atau 40 tahun Sesudah berdiri, VOC mulai membagikan keuntungan menggunakan uang tunai.
Artikel ini disadur –> Cnbcindonesia Indonesia: Perusahaan Jumbo Dunia Tebar Dividen Pakai Produk Internasional Hasil Keruk Bumi RI