– Tak ada gunanya punya harta banyak, tapi Komunitas masih miskin dan Negeri berada Di ambang kebangkrutan. Atas dasar ini, raja terkaya Indonesia, Mangkunegara VI, menolak hidup mewah dan memilih Kehidupan Sederhana.
Bagaimana kisahnya?
Perlu diketahui, Mangkunegara VI merupakan Raja Praja Mangkunegaran. Dia memperoleh kekayaan Untuk sistem feodalisme kerajaan dan Usaha gula yang dirintis para pendahulunya. Sebagai raja, sudah pasti Mangkunegara VI bisa hidup mewah dan bergelimang harta.
Tetapi, ketika naik takhta Di 1896, Mangkunegara VI berada Di posisi sulit. Kerajaan yang dipimpinnya Di ambang kebangkrutan akibat kemerosotan pendapatan Usaha gula. Kas kerajaan makin menipis. Utang pun Di mana-mana.
Di Di bersamaan, banyak bangsawan hidup mewah dan melakukan pemborosan. Mereka Melakukan pesta dan kerap menghambur-hamburkan uang. Sambil Itu Di luar tembok kraton, masih banyak rakyat hidup susah.
Berbagai persoalan tersebut lantas membuat pria bernama asli Suyitno itu membuat terobosan dan reformasi besar-besaran, yakni melakukan hidup hemat dan rela sengsara.
Sejarawan Wasino Untuk Kapitalisme Bumiputra (2008) menyebut, dia memulai Aturan tersebut Untuk keluarganya sendiri. Dia tercatat hanya Merasakan gaji 3 ribu gulden Untuk pemerintah kolonial dan menolak kenaikan gaji, serta pemberian tunjangan.
Nominal tersebut lebih rendah Untuk para pendahulunya yang Merasakan 5 ribu gulden. Mangkunegara VI lebih memilih selisih gaji tersebut dikembalikan Hingga kas Praja.
Skuat penulis Untuk biografi berjudul Mangkunegara VI: Sang Reformis (2021) menyebut, dia juga melarang para anggota keluarga hidup mewah dan melakukan pemborosan lewat Peristiwa-Peristiwa yang butuh biaya banyak. Sebagai gantinya, dia meminta para bangsawan Mengadakan pesta massal, seperti sunatan atau pesta pernikahan massal.
Setelahnya memulai Untuk keluarga, Mangkunegara VI lantas memangkas birokrasi rumit yang makan biaya. Dia memangkas pegawai yang tidak dibutuhkan dan juga memotong alur penerimaan pendapatan langsung dikelola Praja Mangkunegaran, bukan sebagian keluarga bangsawan.
Di akhirnya, Aturan tersebut membuat kas Praja Menimbulkan Kekhawatiran. Total kas Praja Mangkunegaran mencapai 10 juta gulden. Meski begitu, peningkatan kas tak serta merta mengubah Cara Hidup para bangsawan seperti sedia kala. Uang Setelahnya Itu dialihkan Sebagai kepentingan rakyat.
Mangkunegara VI mengalihkan penambahan pendapatan Sebagai pemberian beasiswa dan pembangunan sekolah. Lalu, dia juga banyak membangun infrastruktur, seperti kanal, irigasi, kampung, dan Berjalan Di pedesaan. Mangkunegara VI pun Dikatakan sebagai pemimpin yang dicintai rakyat.
Di sisi lain, meski sangat populis, membuat Komunitas sejahtera dan terhindar Untuk kebangkrutan, Aturan Mangkunegara VI dibenci para bangsawan. Akibat Aturan raja jawa itu, mereka tidak lagi punya keistimewaan. Bisa dibayangkan, jika ada orang yang Untuk luar hidup bergelimang harta, tapi Di Ditengah jalan dilarang melakukan itu pasti tidak enak.
Itulah yang dirasakan para bangsawan. Mereka menganggap dirinya melarat. Padahal, tak begitu melarat dibanding orang-orang Di luar keraton. Tetapi, semua itu dihiraukan Dari Mangkunegara VI yang tetap mempertahankan Aturan populis itu.
Sampai akhirnya, Aturan tersebut menjadi batu sandungan Untuk kepemimpinan Mangkunegara VI. Di 1916, desakan Untuk Untuk keraton supaya Mangkunegara VI turun takhta makin besar. Akhirnya, Di 22 Oktober 1916, Mangkunegara VI resmi lengser. Peristiwa ini membuat bangsawan happy dan rakyat sedih. Padahal, Mangkunegara VI sudah menyelamatkan Praja Mangkunegaran Untuk ancaman kebangkrutan dan lilitan utang.
Artikel ini disadur –> Cnbcindonesia Indonesia: Raja Terkaya RI Kehidupan Sederhana agar Bebas Utang & Tak Bangkrut