– Di Surat Al-Insan ayat Ke-5, Allah berjanji kepada “orang-orang yang berbuat kebajikan Akansegera minum Di Gelas (berisi minuman) bercampur air kafur”. Para ulama menginterpretasi air kafur adalah air tanaman kamper atau kapur barus.
Jangan membayangkan kamper yang dimaksud adalah pewangi berbentuk kecil yang biasa dikenal sekarang. Benda yang Di ini dikenal adalah hasil sintesis kimia Di Naphtalene (C10H8). Sedangkan, kamper yang disebut Ke Al-Quran adalah tanaman populer Ke Arab bernama Latin Dryobalanops aromatica. Tanaman ini punya ciri khas sangat wangi dan memang bisa diminum sebab menyehatkan tubuh.
Hanya saja, Kelompok Arab tak mudah memperolehnya sebab bukan tanaman asli Ke sana. Alhasil, mereka harus mencari pusat tanaman kamper dan singkat cerita membawa para pedagang Ke Area antahberantah Ke bumi Dibagian Timur. Kini, Area tak dikenal itu disebut sebagai Indonesia.
Pusat Tanaman Kamper
Arkeolog Edward Mc. Kinnon Di Ancient Fansur, Aceh’s Atlantis (2013) menyebut, adanya jalinan perdagangan membuat orang Arab lambat laun mengetahui bahwa pusat tanaman kamper berada Ke Indonesia, tepatnya Ke Pulau Sumatera. Secara spesifik, lokasinya berada Ke Fansur atau kini disebut Barus.
Para pedagang Arab berulangkali menyebut Barus sebagai pelabuhan penting yang mengangkut Barang Dagangan, salah satunya, adalah kamper.
Pedagang Arab, Ibn Al-Faqih, misalnya, Di tahun 902 sudah menyebut Fansur sebagai Area penghasil kapur barus, cengkih, pala, dan kayu cendana. Lalu ahli geografi Ibn Sa’id al Magribi yang hidup Ke abad Ke-13 juga merinci secara spesifik bahwa Fansur penghasil kamper berasal Di Pulau Sumatera. Malahan, jika ditarik mundur lebih jauh, ahli Romawi, Ptolemy, sudah menyebut nama Barus Di abad Ke-1 Masehi.
Atas dasar ini, banyak warga Arab, khususnya para pedagang, berbondong-bondong Ke Sumatera. Mereka rela melakukan pelayaran jauh Di Arab Untuk Menyaksikan kamper. Sejarawan Claude Guillot Di Barus Seribu Tahun yang Lalu (2008) menyebut, orang Arab tiba Ke Barus Lewat perjalanan langsung Di Teluk Persia, melewati Ceylon (Sri Lanka), lalu tiba Ke Pantai Barat Sumatera.
Mereka biasa membawa kapal besar Untuk mengangkut banyak kapur barus yang Akansegera dijual tinggi Ke pasar internasional. Perlahan, kedatangan orang Arab Ke Sumatera makin tinggi usai kamper asal Barus Karena Itu yang bermutu tinggi mengalahkan kamper asal Malaya dan Kalimantan.
Di titik inilah, Barus terbukti sebagai Lokasi penghasil kamper dan sudah berkembang Karena Itu pelabuhan penting Ke Sumatera.
Muncul Agama Islam
Terungkapnya lokasi kapur barus Ke Indonesia membuat banyak pedagang Arab Berkunjung Ke Barus Untuk singgah hingga menetap. Jika mereka pergi Ke China, maka pasti Akansegera singgah dulu Ke Barus. Hanya saja, kedatangan mereka tak cuma bermotif perdagangan, tetapi juga turut menyebarkan agama Islam.
Alhasil, terjadi Islamisasi Pada penduduk lokal Ke tempat-tempat kedatangan kapal Arab, yakni Barus (Fansur), Thobri (Lamri), dan Haru. Jejak awal Islam sudah masuk Barus diduga kuat tercatat Di abad Ke-7 Masehi. Hal ini dibuktikan Didalam keberadaan kompleks makam kuno Mahligai Ke Barus. Ke sana tertera nisan yang berasal Di abad Ke-7 M.
Di sini, muncul satu teori kedatangan Islam Ke Indonesia, yang tentu masih menimbulkan perdebatan. Tetapi, tak melupakan fakta bahwa lambat laun terjadi proses penyebaran Islam Ke sana.
Terlepas Di kebenaran teori tersebut, pedagang-pedagang Muslim Ke Barus berhasil membentuk jaringan perdagangan yang menghubungkan dunia Arab Didalam Indonesia dan membuat Tanah Air sudah terkenal Sebelum dahulu kala.
Artikel ini disadur –> Cnbcindonesia Indonesia: Ramai Orang Arab Pergi Ke RI Cari Tanaman yang Disebut Al-Quran