Berdasarkan temuan Ombudsman RI status lahan perkebunan sawit yang tidak jelas akibat tumpang tindih Bersama kawasan hutan telah mengganggu keberlangsungan usaha perkebunan kelapa sawit. Foto/Dok
Hal tersebut diungkapkan Dari Ketua Pusat Studi Sawit Institut Pertanian Bogor (IPB), Budi Mulyanto. “Saya kira temuan ombudsman luar biasa dan harus menjadi perhatian semua pihak baik eksekutif, legislatif dan yudikatif,” kata Prof Budi Mulyanto Untuk keterangannya Di Jakarta Di Jumat (22/11/2024).
Sebagaimana diketahui, berdasarkan temuan Ombudsman RI status lahan perkebunan sawit yang tidak jelas akibat tumpang tindih Bersama kawasan hutan telah mengganggu keberlangsungan usaha perkebunan kelapa sawit. Mereka menemukan luasan Irisan overlay tumpang tindih lahan perkebunan sawit Bersama kawasan hutan adalah seluas 3.222.350 hektare, Bersama subjek hukum sejumlah 3.235.
Subjek hukum terdiri Untuk 2.172 perusahaan kelapa sawit dan 1.063 koperasi/poktan (sawit rakyat). Konflik status kepemilikan lahan Di perkebunan kelapa sawit dan kawasan hutan mengakibatkan ketidakpastian hukum Bagi petani dan perusahaan. Penyelesaian tumpang tindih Lewat mekanisme Pasal 110A dan 110B Undang Undang Cipta Kerja masih banyak yang belum rampung hingga Di ini.
Ombudsman RI menemukan potensi maladministrasi berupa ketidakjelasan prosedur dan kepastian hukum Untuk persaingan usaha Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Bersama kebun dan PKS tanpa kebun, Aturan biodesel dan pengaturan tarif Produk Ekspor Palm Oil Mill Effluent (POME). Masalah perizinan PKS disebabkan kurangnya koordinasi antar-kementerian Untuk menentukan kewenangan dan standar perizinan PKS mengkibatkan tumpang tindih aturan.
Tata kelola industri kelapa sawit yang Di ini tidak cukup baik Berpotensi Bagi tersebut menimbulkan kerugian ekonomis totalnya sawit Disekitar Rp279,1 triliun per tahun.
Perinciannya : Potensi kerugian meliputi aspek lahan (Rp74,1 triliun/tahun), aspek peremajaan sawit terkendala Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) dan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) sebanyak Rp111,6 triliun/tahun dan aspek Mutu bibit yang tidak sesuai Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) Rp81,9 triliun/tahun serta aspek kehilangan yield akibat grading tidak sesuai standar kematangan tandan buah segar (TBS) Rp11,5 triliun/tahun.
Lantaran itu, Ombudsman mengusulkan ada satu kelembagaan yang khusus mengurusi Aturan Yang Terkait Bersama urusan kelapa sawit. Kelembagaan tersebut diberi kewenangan sedemikian rupa Agar dapat melakukan integrasi Aturan Yang Terkait Bersama urusan kelapa sawit sekaligus melakukan pengawasan implementasi regulasi Yang Terkait Bersama urusan kelapa sawit tersebut.
“Untuk Kontek Sini, pemerintah perlu membentuk badan nasional urusan kelapa sawit yang berada langsung Di bawah Ri dan berbentuk Badan Layanan Umum (BLU) guna mewujudkan tata kelola industri kelapa sawit yang berkelanjutan,” tandas Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika.
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Temuan Ombudsman RI Karena Itu Pintu Benahi Tata Kelola Sawit