– Setiap tanggal 9 Desember, dunia memperingati Hari Anti Kejahatan Keuangan se-Dunia (Hakordia). Ke Indonesia, perayaan Harkodia menjadi refleksi atas maraknya Perkara Pidana Hukum Kejahatan Keuangan Pada beberapa tahun terakhir.
Ke 2023, misalnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat ada 731 Perkara Pidana Hukum Kejahatan Keuangan dan 1.695 orang menjadi Dugaan Pelaku. Total kerugian Bangsa mencapai Rp43 Triliun. Angka tersebut jelas sedikit jika dibandingkan Bersama akumulasi Perkara Pidana Hukum Kejahatan Keuangan sepanjang Indonesia berdiri. Pastinya, total kerugian sangat fantastis.
Hanya saja, Kejahatan Keuangan Ke Indonesia seperti gunung es sebab tindakan Kejahatan Keuangan, disadari atau tidak, masih banyak dilakukan warga Indonesia, baik pejabat atau sipil. Meski begitu, mentalitas memperkaya diri sendiri ternyata bukan terjadi belakangan, tapi sudah terjalin Pada ribuan tahun lalu.
Sejarawan Ong Hok Hakasasi Manusia Di Wahyu yang Hilang, Negeri yang Guncang (2018), awal Kejahatan Keuangan Ke Indonesia sudah terbentuk Di era Kerajaan Mataram Kuno (732-1016 M) dan Kerajaan Majapahit (1293-1527 M), serta ada kaitannya Bersama pemberian penghasilan.
Kala itu, para pejabat atau bawahan raja, tak Memperoleh gaji pokok. Raja hanya memberi mereka tanah, petani, hingga hak istimewa lain yang bisa mendatangkan uang. Uang tersebut kelak dipakai Untuk memenuhi kebutuhan pejabat atau dialihkan guna menjalankan tata kelola kerajaan.
Terkadang, hak istimewa tersebut disalahgunakan pejabat, seperti meminta uang pelicin kepada rakyat guna memudahkan urusan. Misalkan, jika ada warga ingin jalan dibangun menggunakan uang kerajaan, maka pejabat Akansegera meminta uang pelicin supaya niatnya terwujud.
Di konteks Terkini, uang pelicin jelas tindakan Kejahatan Keuangan. Di Itu, cara uang pelicin ini belum memperhitungkan sistem upeti atau tindakan pejabat mengumpulkan uang Ke luar aturan raja yang kini disebut pungutan liar atau pungli.
Tak heran, Ong Hok Hakasasi Manusia menyebut, berkat tindakan tersebut para pejabat lokal Ke Area lebih kaya dibanding raja. Sebab mereka memperkaya diri sendiri yang kini disebut Kejahatan Keuangan.
Ketika era kerajaan berakhir dan Nusantara dikuasai Bersama Kongsi Dagang Hindia Timur (VOC), kebiasaan buruk itu tak serta merta hilang. Banyak para pejabat atau bangsawan pribumi yang bertindak korup.
Peneliti Erlina Wiyanarti Di “Kejahatan Keuangan Ke Masa VOC: Multiprespektif” menyebut, tindakan memperkaya diri sendiri Bersama pejabat atau bangsawan pribumi disebabkan Sebab adanya nilai-nilai kebudayaan Jawa yang wajib mementingkan pribadi, dibanding Kelompok luas.
Hal ini bisa terjadi Sebab pejabat atau bangsawan menjadi andalan keluarga. Jika ada keluarga butuh sesuatu, mereka yang turun tangan. Padahal, sehari-hari mereka Kehidupan Sederhana atau Justru tak punya uang. Di sini, mereka harus mencari cara agar bisa menghidupi keluarga, Terbaru Kelompok.
“Kewajiban dia sebagai pegawai publik kepada kantornya adalah kewajiban kedua Di kewajiban mereka kepada keluarga dan komunitasnya. Loyalitas model tersebut jelas telah menjadi salah satu akar Di tumbuhnya Justru menguatnya mental dan perilaku korup,” tulis Erlina.
Tak hanya didasari Bersama nilai tersebut, kebiasaan para pejabat atau bangsawan bertindak Kejahatan Keuangan sering terjadi Sebab Life Style. Mereka ingin mengikuti Life Style seperti raja. Padahal, tak punya uang cukup, Agar mengharuskan Kejahatan Keuangan.
Ke Priangan, misalnya, Ke abad Ke-17 dan Ke-18, banyak pejabat Memutuskan keuntungan Di penghasilan para petani Minuman. Mereka kerap menghargai usaha petani Bersama harga rendah. Lalu, Untuk dijual kembali, mereka menaikkan harga secara fantastis.
Selisih yang ada Lalu masuk Ke kantong pribadi. Semua tindakan Kejahatan Keuangan itu bisa terjadi Sebab tidak ada pengawasan ketat Bersama VOC. Ke tubuh VOC sendiri banyak pula tindakan Kejahatan Keuangan, seperti tidak menyerahkan keuntungan perdagangan Ke kas dan memasukkannya Ke tabungan pribadi.
Di kebiasaan inilah, muncul mental-mental yang menyuburkan Perkara Pidana Hukum Kejahatan Keuangan Ke Indonesia. Sampai sekarang, mental kuno tersebut masih bertahan Ke Indonesia modern.
Artikel ini disadur –> Cnbcindonesia Indonesia: Ternyata Kejahatan Keuangan Ke RI Ada Di Jaman Nenek Moyang, Ke Kerajaan Ini