Ditekan Pph Pemerintah, Pengusaha Kakap RI Hengkang Di Singapura




Naskah ini merupakan Pada Didalam CNBC Insight, rubrik yang menyajikan ulasan sejarah Sebagai menjelaskan Situasi masa kini lewat relevansinya Di masa lalu.

Jakarta, CNBC Indonesia – Perpindahan kepemilikan perusahaan Di Singapura sejatinya bukan Trend Populer Mutakhir. Jika sepanjang 2025 ada lima perusahaan Indonesia yang diambil alih investor Negeri Singa, maka lebih Didalam seabad lalu pernah terjadi perpindahan yang serupa Untuk skala berbeda, yakni hengkangnya seorang pengusaha raksasa bernama Oei Tiong Hakasasi Manusia.

Oei merupakan pendiri Oei Tiong Hakasasi Manusia Concern (OTHC), perusahaan gula terbesar Di dunia Di 1893. OTHC berbasis Di Semarang tetapi Memiliki jaringan internasional hingga India, Singapura, Jepang, dan London. Banyaknya perkebunan membuat OTHC menguasai hampir separuh Usaha gula Internasional. Lini bisnisnya pun perlahan meluas Di perbankan, pelayaran, dan pergudangan. Sejarawan Onghokham Untuk Konglomerat Oei Tiong Hakasasi Manusia (1992) mencatat kekayaan Oei mencapai 200 juta gulden.

Akan Tetapi, kekayaan raksasa itu justru membuat pemerintah kolonial menjadikan Oei sebagai sasaran empuk Sebagai menambal defisit pascaperang. Tekanan Pph yang kian mencekik inilah yang kelak Mendorong sang raja gula hengkang Di Singapura dan membuat pemerintah kolonial gigit jari Sebab kehilangan salah satu pembayar Pph terbesar mereka.

Untuk Oei Tiong Hakasasi Manusia: Raja Gula Didalam Semarang (1979), Liem Tjwan Ling mencatat pemerintah kolonial pernah menagih 35 juta gulden kepada Oei. Padahal, seperti ditulis Benny Forumekonomiglobal. Setiono Untuk Tionghoa Untuk Pusaran Politik (2003), Oei selalu membayar Pph tepat waktu dan utuh. Masalahnya, setiap selesai membayar, selalu muncul tagihan Mutakhir-Justru mencapai 40-50% Didalam pendapatan.

Di titik ini, Oei merasa ada penyelewengan. Dia menolak membayar Pph tambahan dan memutuskan Sebagai memutus hubungan Didalam pemerintah kolonial, termasuk Didalam meninggalkan Hindia Belanda.

Ketika pemerintah kian menekannya, muncul kabar bahwa Oei Akansegera pergi Di Eropa. Koran De Telegraaf (19 Mei 1920) menulis sang miliarder Akansegera berangkat dan menetap lama Di sana. Akan Tetapi Di 1921, Ide itu berubah. Atas saran pengacaranya, Eropa Dikatakan tidak ideal Sebab pajaknya jauh lebih mahal. Singapura, Di itu jajahan Inggris, dinilai lebih menguntungkan.

Sebelum 1921, Oei pun resmi hengkang Didalam Semarang dan menetap Di Singapura bersama istri ketujuh dan anak-anaknya. Beban pajaknya langsung merosot tajam. Jika Di Hindia Belanda dia harus membayar 35 juta gulden, Di Singapura dia hanya membayar 1 juta gulden. 

Di kala pemerintah kolonial gigit jari, Oei melakukan banyak tindakan Di Singapura. Dia membeli  tanah dan Tempattinggal Untuk jumlah besar. Menurut catatan Liem, total luas aset properti yang dibelinya setara seperempat Daerah Singapura. Hanya para konglomerat kelas atas yang mampu membeli tanah sebanyak itu, dan seluruhnya atas nama pribadi Oei.

Perpustakaan Nasional Singapura mencatat kontribusi lain Oei. Dia diketahui membeli Heap Eng Moh Steamship Company Limited, menjadi pemilik awal saham Overseas Chinese Bank (OCB) yang kini dikenal sebagai OCBC, dan menyumbang US$ 150.000 Sebagai pembangunan gedung Raffles College. Dia juga rajin memberi donasi Sebagai sekolah, Fasilitas Medis, dan kegiatan sosial.

Kedermawanan serta jejak bisnisnya begitu kuat hingga namanya diabadikan menjadi nama jalan dan bangunan Di Singapura.

Menariknya, Di tinggal Di Singapura, Oei berstatus tanpa kewarganegaraan. Dia melepaskan status Warga Bangsa Hindia Belanda, tetapi tidak menjadi Warga Bangsa Inggris. Status ini melekat hingga dia wafat Di 6 Juli 1924 atau tiga tahun Sesudah pindah.

(mfa/wur)

Artikel ini disadur –> Cnbcindonesia Indonesia: Ditekan Pph Pemerintah, Pengusaha Kakap RI Hengkang Di Singapura